Sabtu, 09 Oktober 2010

MANFAAT PTK BAGI GURU DI SEKOLAH

Kebermanfaatan PTK Bagi Guru di Sekolah

Banyak teman-teman guru yang sering menanyakan kepada saya apa itu PTK dan apakah kebermanfaatan PTK bagi guru? PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru itu sendiri untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu pembelajarannya di kelas. Dimulai dari perencanaan dengan membuat rencana program pembelajaran, lalu dilaksanakan oleh guru itu sendiri dengan berbagai tindakan. Tindakan itu sebaiknya diamati juga oleh teman sejawat sehingga terjadi kolaborasi dan partisipasi. Observasi yang dilakukan bersama akan jauh lebih baik hasilnya, sehingga pada saat refleksi bisa dirasakan oleh guru sebagai peneliti dan juga observer apakah telah terjadi perubahan atau masih sama. Lakukan tindakan itu secara siklus sampai guru mengalami kepuasan hasil dalam memberlakukan tindakan yang diberikan.
Jadi, PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Manfaat PTK bagi guru sangat banyak sekali Diantaranya adalah membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran, meningkatkan profesionalitas guru, meningkatkan rasa percaya diri guru, memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan, dan keterampilannya.
Namun demikian, PTK sebagai salah satu metode penelitian memiliki beberapa keterbatasan, yang diantaranya : validitasnya yang masih sering disangsikan, tidak dimungkinkan melakukan generalisasi karena sampel sangat terbatas, peran guru yang ‘one man show’ bertindak sebagai pengajar dan sekaligus peneliti sering kali membuat dirinya menjadi sangat repot (very busy).
Dengan melakukan PTK, guru menjadi terbiasa menulis, dan sangat baik akibatnya bila guru sekolah negeri atau PNS akan naik pangkat, khususnya dari gol. IVA ke IVB yang mengharuskan guru untuk menuliskan karya tulis. Begitu pun untuk guru sekolah swasta, PTK sangat penting untuk meningkatkan apresiasi, dan profesionalisme guru dalam mengajar. Apalagi dengan adanya program sertifikasi guru dari pemerintah.
Selain itu PTK akan menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru yang merupakan dampak dari pelaksanaan tindakan secara berkesinambungan, maka manfaat yang dapat diperoleh secara keseluruhan yaitu label inovasi pendidikan karena para guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara semakin mandiri. Sikap mandiri akan memicu lahirnya ”percaya diri” untuk mencoba hal-hal baru yang diduga dapat menuju perbaikan sistem pembelajaran. Sikap ingin selalu mencoba akan memicu peningkatan kinerja dan profesionalisme seorang guru secara berkesinambungan. Sehingga proses belajar sepanjang hayat terus terjadi pada dirinya.
Setiap hari guru menghadapi banyak masalah, seakan-akan masalah itu tidak ada putus-putusnya. Oleh karena itu bila guru tidak dapat menemukan masalah untuk PTK sungguh ironis. Merenunglah barang sejenak, atau mengobrollah dengan teman sejawat, Anda akan segera menemukan kembali seribu satu masalah yang telah merepotkan Anda selama ini dalam proses pembelajaran di sekolah. Dapatkan khasanah ilmu pendidikan baru yang belum tergali!. Jadikan diri anda sebagai penemu metode-metode baru dalam dunia pendidikan kita.
Adanya masalah yang dirasakan sendiri oleh guru dalam pembelajaran di kelasnya merupakan awal dimulainya PTK. Masalah tersebut dapat berupa masalah yang berhubungan dengan proses dan hasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan harapan guru atau hal-hal lain yang berkaitan dengan perilaku mengajar guru dan perilaku belajar siswa. Guru diarahkan untuk berpikir ilmiah, melalui masalah yang mereka temukan. Langkah menemukan masalah akan dilanjutkan dengan menganalisis dan merumuskan masalah, kemudian merencanakan PTK dalam bentuk tindakan perbaikan, mengamati, dan melakukan refleksi. Namun demikian harus dapat dibedakan antara pengamatan dengan refleksi. Pengamatan lebih cenderung kepada proses, sedangkan refleksi merupakan perenungan dari proses yang sudah dilakukan. Refleksi adalah cermin dari apa yang telah kita lakukan.
Tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran guru, perilaku peserta didik di kelas, peningkatan atau perbaikan praktek pembelajaran, dan atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas yang diajar oleh guru tersebut sehingga terjadi peningkatan layanan profesional guru dalam menangani proses pembelajaran. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas. Sekaligus mengajak guru untuk menjadi seorang peneliti.
PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas. Di ruangan kelas, menurut Cohen & Manion (1980: 211) PTK dapat berfungsi sebagai : (a) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas; (b) alat pelatihan dalam jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran diri, khususnya melalui pengajaran sejawat; (c) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovasi; (d) alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti; (e) alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas; (f) alat untuk mengembangkan keterampilan guru yang bertolak dari kebutuhan untuk menanggulangi berbagai permasalahan pembelajaran aktual yang dihadapi di kelasnya.
Manfaat PTK yang dilakukan di sekolah dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Terbiasa menulis dan mendapat kesempatan untuk naik golongan bagi PNS, karena sertifikasi guru mensyaratkan itu.
2. Berfikir analitis dan ilmiah, karena dengan terbiasa mencari akar masalah dan mencoba menemukan jalan keluar, maka seorang guru akan terbiasa untuk berfikir analitis dan ilmiah. Sehingga PTK dapat mengarahkan guru untuk selalu berpikir ilmiah dalam memecahkan masalahnya.
3. Menambah khasanah ilmu pendidikan, dengan banyaknya tulisan dari para guru yang melakukan PTK, maka akan banyak kesempatan para guru untuk membaca dan mengembangkan wawasannya, hal ini akan menambah khasanah baru dalam dunia pendidikan.
4. Mendorong guru-guru yang lain untuk mencoba, melakukan PTK pada kelas yang diajarnya dan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas.
5. Mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas.
6. Meningkatkan mutu sekolah secara keseluruhan, karena PTK pada intinya memperbaiki proses pembelajaran di kelas. Semakin sering dan banyak guru-guru yang menulis PTK maka semakin baiklah kualitas sekolah tersebut.
PTK Sangat Bermanfaat bagi Guru dan Sekolah

A. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat. Karakteristik PTK adalah sebagai berikut.
1. An inquiry of practice from within (penelitian berawal dari kerisauan guru akan kinerjanya).
2. Self-reflective inquiry (metode utama adalah refleksi diri, bersifat agak longgar, tetapi tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian).
3. Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran.
4. Tujuannya: memperbaiki pembelajaran.
Dari karakteristik tersebut dapat dibandingkan ciri-ciri PTK dengan penelitian kelas dan penelitian formal. Guru dianggap paling tepat melakukan PTK karena: (1) guru mempunyai otonomi untuk menilai kinerjanya, (2) temuan penelitian tradisional sering sukar diterapkan untuk memperbaiki pembelajaran, (3) guru merupakan orang yang paling akrab dengan kelasnya, (4) interaksi guru-siswa berlangsung secara unik, dan (5) keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan inovatif yang bersifat pengembangan mempersyaratkan guru mampu melakukan penelitian di kelasnya.

B. Manfaat Keterbatasan, dan Persyaratan Penelitian
PTK bermanfaat bagi guru, pembelajaran/siswa, serta bagi sekolah. Manfaat PTK bagi guru adalah sebagai berikut.
1. Membantu guru memperbaiki pembelajaran.
2. Membantu guru berkembang secara profesional.
3. Meningkatkan rasa percaya diri guru.
4. Memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan.
Bagi pembelajaran/siswa, PTK bermanfaat untuk meningkatkan proses/hasil belajar siswa, di samping guru yang melaksanakan PTK dapat menjadi model bagi para siswa dalam bersikap kritis terhadap hasil belajarnya.
Bagi sekolah, PTK membantu sekolah untuk berkembang karena adanya peningkatan/kemajuan pada diri guru dan pendidikan di sekolah tersebut. Di samping manfaat, PTK mempunyai keterbatasan, yaitu validitasnya yang sering masih dipertanyakan, serta tidak mungkin melakukan generalisasi karena sampelnya hanya kelas dari guru yang berperan sebagai pengajar dan peneliti.
PTK memerlukan berbagai kondisi agar dapat berlangsung dengan baik dan melembaga. Kondisi tersebut antara lain dukungan dari semua personil di sekolah, iklim yang terbuka yang memberikan kebebasan kepada guru untuk berinovasi, berdiskusi, berkolaborasi, dan saling mempercayai di antara personil sekolah, dan juga saling percaya antara guru dan siswa. Birokrasi yang terlampau ketat merupakan hambatan bagi PTK.

1. Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan suatu hal yang dilakukan seseorang untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku kearah yang lebih baik. Belajar dalam hal ini dimaksudkan cenderung kepada peserta didik.
Haling (2006:3) mengemukakan tujuan belajar terdiri dari; (a) Mengubah tingkah laku ke arah yang lebih berkualitas, (b) Sasarannya meliputi tingkah laku penalaran (kognitif), keterampilan (psikomotor) dan sikap (afektif). Sedang Sardiman (2004:12) mengemukakan bahwa pada dasarnya tujuan belajar terdiri dari ; (a) Untuk mendapatkan pengetahun, yaitu suatu cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir bagi anak untuk memperoleh pengetahuan dan kemampuan berpikir, (b) Untuk penanaman konsep dan keterampilan, yaitu suatu cara belajar menghadapi dan menangani objek-objek secara fisik dan psikis, (c) Untuk pembentukan sikap, yaitu suatu kegiatan untuk menumbuhkan sikap mental, prilaku dan pribadi anak.
Belajar merupakan kegiatan yang lebih cenderung diarahkan kepada anak didik, sedangkan pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan atau proses belajar mengajar yang dilaksanakan guru dalam kelas selaku pendidik. Pembelajaran merupakan serangkaian proses yang dilakukan guru baik dari persiapan bahan ajar, metode mengajar yang digunakan dan hal-hal lainnya yang perlu dilakukan dalam pembelajaran di kelas.
Dalam pembelajaran, guru mempunyai peranan sebagaimana dijelaskan Haling (2006:21) yaitu :
”(1) Guru sebagai Komunikator. Guru sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, agar pebelajar menguasai materi pelajaran yang diajarkan, (2) Guru sebagai Informator. Guru sebagai pelaksana dengan beberapa cara mengajar, yaitu ; informatif, praktis dan studi lapangan secara akademik, maupun umum, (3) Guru sebagai Organisator. Guru sebagai pengelola kegiatan akademik seperti; silabus, workshop, jadwal pelajaran dan sebagainya, (4) Guru sebagai Motivator. Peranan ini sangat penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar mengajar, (5) Guru sebagai Pengarah/Direktor. Guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, (6) Guru sebagai Inisiator. Guru harus mampu memberikan ide-ide yang dapat dicontoh oleh anak didik, (7) Guru sebagai Transmitter. Guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan, (8) Guru sebagai Facilitator. Memberikan kemudahan pembelajaran dengan mencipatakan suasana belajar sedemikian rupa yang sesuai dengan perkembangan siswa, (9) Guru sebagai Mediator. Bertindak sebagai penengah dalam kegiatan pembelajaran, dan (10) Guru sebagai Evaluator. Guru mempunyai hak dan otoritas dalam melakukan evaluasi kepada siswa terkait dengan keberhasilan pembelajaran”.
Keterkaitan antara teori belajar dan pembelajaran yang diuraikan di atas dengan permasalahan yang sedang dikaji adalah adanya suatu upaya penciptaan proses belajar mengajar yang berimbang antara guru dengan peserta didik yang ditunjukkan oleh proses belajar dengan model kerja kelompok, sedang guru dalam hal ini bertindak selaku pembimbing, pengarah atau lainnya, sebagaimana telah diuraikan pada poin peranan guru di atas.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan kerja kelompok adalah suatu upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan, mengembangkan serta memotivasi siswa untuk dapat bekerjasama dengan anggota kelompoknya dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan, serta untuk melatih kepedulian untuk dapat saling berbagi dalam berbagai aspek dari tugas yang diberikan.

2. Prinsip dan Perilaku Belajar
Belajar memiliki ciri khusus dalam pencapaian tujuannya. Sehubungan dengan hal ini, Tedjakusuma (1999:22) mengemukakan mengenai prinsip dan perilaku belajar sebagai berikut :
”(a) Proses perilaku belajar sangat efektif dan efisien bila segera diperkuat dengan respon yang benar, (b) Terdapat banyak macam perilaku belajar, yang kesemuanya membutuhkan proses belajar dan latihan yang berbeda, (c) Proses perilaku belajar akan efektif dan efisien bila dimengerti, dan kurang berhasil jika dilakukan dengan menghafal, (d) Persepsi perilaku belajar ditentukan oleh seberapa baik dan seberapa banyak dapat diserap, (e) Pelajar, belajar apa yang ia kerjakan, (f) Orang dapat belajar lebih efektif dan efisien bila mereka mengetahui batas-batas kemampuannya, (g) Frekuensi respon yang diperkuat, ditentukan oleh seberapa baik respon itu dapat dipelajari, (h) Kondisi motivasional dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pemberian hadiah dan memajukan peranan penting dalam menampilkan perilaku belajar, dan (h) Praktek dalam berbagai keterampilan akan mendorong terciptanya penerapan proses perilaku belajar secara efektif dan efisien”.
Kaitan antara uraian di atas dengan permasalahan yang sedang dikaji adalah bahwa siswa sebagai pebelajar dan guru selaku pendidik saling terkait satu sama lain dalam penerapan model kerja kelompok dalam pembelajaran tata graha. Artinya, kesuksesan kerja kelompok yang dilakukan siswa dilakukan bersamaan dengan praktek sebagai pelengkap kegiatan belajar mengajar tata graha, sehingga siswa dapat lebih mudah memahami dan menguasai setiap kompetensi yang diajarkan guru, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat tercapai sebagaimana yang telah direncanakan.
Mata pelajaran tata graha yang diajarkan kepada siswa dengan model kerja kelompok pada prinsipnya meliputi penguasaan terhadap tiga aspek pengetahuan yaitu aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. Untuk mengetahui secara jelas terhadap tiga aspek tersebut, maka Latuheru (2002:35) menjelaskan sebagai berikut :
”(a) Kognitif yaitu penyesuaian intelektual dari informasi dan pengetahuan, mulai dari ingatan yang sederhana sampai pada pembentukan hubungan yang baru, (b) Psikomotorik yaitu kecakapan motorik, dan dimulai dengan meniru gerakan-gerakan yang sederhana sampai pada kemampuan fisik yang membutuhkan koordinasi susunan syaraf otot yang kompleks, (c) Afektif yaitu sikap, perasaan dan emosi. Kecakapan kemampuan belajar afektif dimulai dari kesadaran tentang suatu nilai khusus sampai pada pendalaman/mendalami suatu kelompok perasaan serta nilai/norma untuk membentuk karakter yang baik.
Dengan adanya sasaran pengembangan terhadap ketiga aspek di atas, maka jelas bahwa pembelajaran dengan model kerja kelompok sangat membantu siswa dalam memahami pelajaran keterampilan tata graha sebagaimana tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip dalam pembelajaran model kerja kelompok adalah ada perubahan pada diri siswa terhadap tiga aspek utama dalam belajar yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada mata pelajaran keterampilan tata graha yang diajarkan pada siswa, ketiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sehingga tercapai tujuan pembelajaran khususnya pada mata pelajaran keterampilan.

3. Model Kerja Kelompok
Pembelajaran berbasis kerja kelompok merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan dalam kelas sehingga dapat diberikan perhatian pada perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa yang menyangkut kreativitas dalam belajar.
Teknik ini sebagai salah satu strategi belajar mengajar dimana siswa dalam kelas dipandang sebagai satu kelompok (terdiri dari beberapa siswa) saling bekerjasama dalam memecahkan masalah atau melaksanakan tugas tertentu dan berusaha mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan guru.
Model belajar kerja kelompok bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu untuk berpartisipasi dalam proses demokratis dan proses pelacakan pengetahuan. Thelen and Dewey dalam Martoenoes Arifin (2006:71) sebagai tokoh utama model kerja kelompok tersebut bertolak dari pastulat pandangan terhadap manusia. Salah satu pastulat adalah bahwa terbina oleh kaidah-kaidah sosial, saling menghargai merupakan unsur penting dalam proses demokrasi.
Penggunaan model kerja kelompok dalam kelas dimulai dengan menghadapkan siswa kepada masalah-masalah, terutama yang berasal dari pengalaman. Bila dalam belajar siswa mengatakan pendapatnya tentang suatu masalah, maka guru dalam hal ini menggaris bawahi perbedaan-perbedaan pendapat itu lalu guru membawa mereka kepada perumusan masalah, peranan dan orgnanisasinya, maka mereka belajar mandiri dan belajar kelompok, kemudian melaporkan hasilnya.
Menurut Robert A William dalam Rostiyah (2001:15) pengertian kerja kelompok sebagai kegiatan kelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil yang diorganisasikan untuk kepentingan belajar.
Keberhasilan kerja kelompok ini menuntut kegiatan yang kooperatif dari beberapa individu yang terlibat di dalamnya. Penggunaan teknik kerja kelompok dalam proses belajar mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerjasama dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan bersama.
Masih menurut Robert A William, pengelompokan itu biasanya didasarkan pada; (a) Adanya alat pembelajaran yang tidak mencukupi jumlahnya, (b) Kemampuan belajar siswa, (c) Minat khusus, (d) Memperbesar partisipasi, (e) Pembagian tugas dan pekerjaan, dan (f) Kerjasama yang efektif.
Beberapa keuntungan dalam menggunakan teknik kerja kelompok menurut Robert William dalam Roestiyah (2001:17) antara lain :
”(1) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa unutk menggunakan keterampilan bertanya dan memberikan suatu masalah, (2) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif memngadakan penyelidikan mengenai suatu kasus atau masalah, (3) Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi, (4) Dapat memungkinkan guru yang lebih baik memperhatikan siswa sebagai individu serta kebutuhan belajar, (5) Siswa lebih aktif bergabung pada pelajaran mereka dan lebih aktif berpartisipasi dalam berdiskusi, (6) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain. Hal ini mereka telah sering membantu kelompok dalam usaha mencapai tujuan bersama”.
Disamping keunggulan, teknik kerja kelompok juga memiliki kelemahan yaitu : (1) Kerja kelompok sering-sering hanya melibatkan siswa yang mampu, sebab mereka cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang, (2) Teknik ini kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda-beda, (3) Keberhasilan strategi kerja kelompok ini tergantung kemampuan siswa memimpin kelompoknya masing-masing atau hanya bekerja sendiri.
Gunawan (2007:201) menjelaskan bahwa kerja kelompok dapat dibagi menjadi 3 yaitu;
(1) Kelompok Informal yaitu suatu kelompok yang bersifat sementara. Pengelompokkan ini hanya digunakan dalam satu periode pengajaran. Tujuannya adalah untuk menjelaskan harapan akan hasil yang ingin dicapai, membantu murid untuk bisa merasa lebih fokus pada materi pelajaran, memberikan kesempatan kepada murid untuk bisa secara lebih baik dan mendalam memproses informasi yang diajarkan atau menyediakan waktu untuk melakukan pengulangan dan mengjarkan informasi. (2) Kelompok Formal. Kelompok formal digunakan untuk meastikan bahwa murid mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan suatu tugas dengan baik. (3) Kelompok pendukung. Kelompok ini dibentuk dalam tenggang waktu yang lebih lama/panjang. Tujuannya adalah untuk memberi suatu dukungan yang berkelanjutan kepada murid.
Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan di atas, maka pembelajaran dalam bentuk kerja kelompok dalam penelitian ini dirancang dengan membagi atau membentuk siswa dalam kelompok-kelompok kerja, sehingga darinya dapat dilakukan suatu tindakan penilaian.
4. Kreativitas
Kreativitas merupakan istilah yang banyak digunakan baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Pada umumnya orang menghubungkan kreativitas dengan suatu keterampilan dalam membuat suatu benda, dan hasil akhir benda dalam bentuk produk inilah yang akan dinilai dan menunjukkan kreativitas seseorang. Pada hakikatnya kreativitas berhubungan dengan penemuan mengenai hal-hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada.
Gesads dan Joekson A Slameto (1968:146) pembahasan tentang kreativitas sering dihubungkan dengan kecerdasan. Tingkat kecerdasan atau IQ tiap siswa berbeda-beda, atau dapat dikatakan siswa yang tinggi tingkat kecerdasannya tidak selalu menunjukkan tingkat kreativitas yang tinggi dan banyak siswa yang tinggi tingkat kreativitasnya tidak selalu tinggi tingkat kecerdasannya.
Pengembangan kreativitas siswa perlu dibimbing agar memiliki kemampuan dan kreativitas serta mampu memecahkan masalah. Oleh karena itu, melalui proses dan keadaan belajar tertentu diupayakan tercipta tujuan-tujuan tersebut. Guru perlu menyediakan kondisi belajar yang memungkinkan terjadinya penambahan aspek keluwesan, keaslian dan kuantitas yang dimilik oleh para siswa. Gagne dalam Oemar Hamalik (1992:180).

C. Mengembangkan Kreativitas Siswa dalam Pembelajaran
Belajar kreatif telah menjadi bagian penting dalam wacana peningkatan mutu pembelajaran. Hingga kini kreativitas telah diterima baik sebagai kompetensi yang melekat pada proses dan hasil belajar. Inti kreativitas adalah menghasilkan sesuatu yang lebih baik atau sesuatu yang baru.
Hal tersebut sesuai dengan pendapatn Jeff DeGraff& dan Khaterine (2002) menyatakan bahwa Creativity is core of all the competencies of your organization because creativity is what makes something better or new.
Produk baru bersifat relatif. Baru bisa bermakna sebagai hasil menyempurnakan, menambahkan, mengubah, mereposisi dari sesuatu yang ada sebelumnya sehingga sesuatu berubah menjadi lebih baik atau tampil beda. Baru juga bisa berarti tidak ada sebelumnya di dalam kelas atau di sekolah sendiri, di sini. Tidak peduli bahwa sesuatu itu sebenarnya sudah pernah ada di tempat lain. Jika kebaruan itu mencakup batas beberapa sekolah atau bahkan lebih dari itu, maka nilai kreativitasnya meningkat.
Apabila guru menggunakan konsep tersebut sebagai dasar pengembangan pembelajaran, maka masalah yang dihadapinya adalah bagaimana siswa dapat berkegiatan dengan menggunakan cara yang berbeda dari sebelumnya. Memilih cara melakukan sesuatu sehingga menghasilkan model berbeda dari yang sebelumnya.
Konsekuensi dari guru memerlukan data atau fakta mengenai proses dan hasil belajar sebagai bahan perbandingan. Selanjutnya data digunakan untuk menentukan indikator pembeda.
Proses dan hasil belajar yang dijadikan bahan perbandingan pada prinsipnya dapat berasal dari produk siswa yang sama, internal sekolah, maupun dari sekolah lain, misalnya, dari sekolah yang mampu menghasilkan produk lebih unggul. Membandingkan proses belajar dan hasil belajar dengan produk internal disebut benchmarking internal, sedangkan membandingkan dengan proses dan hasil belajar dari luar sekolah disebut benchmarking eksternal.
1. Peta Profil Kreativitas
Jeff DeGraff dan Khaterine mengelompokkan kreativitas pada kuadran kiri dan kanan dalam diagram berikut:
















Profil individu imajinif (imagine) memiliki kompetensi dalam mengembangkan kreativitas bersumber dari daya imajinasinya. Sesungguhnya setiap individu memiliki kemampuan menghayal, namun individu imajinatif mampu mewujudkan hayalannya dalam ide dan karya yang unik. Ujung dari hayalnya adalah berkarya.
Individu imajinatif mengeksplorasi ide-ide baru, menciptakan tata artistik baru, mewujudkan produk baru, membangun pelayanan baru, memecahkan masalah dengan cara-cara baru. Potensinya akan berkembang jika didukung dengan kultur lingkungan yang menghargai dengan baik percobaan, melakukan langkah-langkah spekulatif, fokus pada pengembangan ide-ide baru, bahkan melakukan hal yang tidak dapat dilakukan orang sebelumnya.
Profil individu penanam modal (invest) menunjukkan daya kompetisi yang kuat, memiliki kesungguhan dalam berjuang serta intensif dalam mewujudkan keunggulan. Tipe pribadi ini berani kalah dan siap menang dan siap menanggung resiko. Kepribadian investor mengembangkan kreasi dengan cepat sebelum kopetitor dapat melakukannya. Pribadi yang cerdas dan pekerja keras, pikirannya fokus pada kebaikan yang yang akan diraihnya. Karena itu ia memiliki motivasi yang kuat untuk mewujudkan keberhasilan. Kelebihannya ditunjukkan dengan kemampuan merespon dengan cepat tiap perubahan.
Berbagai bentuk penemuan baru dalam bidang teknologi lahir dari tipe orang yang memiliki karakter seperti ini, kemauannya kuat dan tidak pernah puas dengan hasil kerja yang diraihnya.
Profil individu pembaharu (improve) ditandai dengan karakter yang kreativitasnya yang tak pernah surut. Aktivitas meniru sesuatu yang ada, memodifikasi, dan menyempurnakannya dan merekayasa sesuatu menjadi baru atau lebih baik, hingga membuat sesuatu berbeda dari sebelumnya. Profil individu pembaharu, seperti julukannya, memiliki karakter sangat kompleks, tak pernah kehabisan ide, pejuang sejati, dan selalu berusaha keras tidak gagal.
Keunggulannya bemodalkan keunggulan berpikir yang sistematik, berhati-hati, dan selalu memperbaharui idenya dengan cepat serta dapat menapilkannya sebagai ide dan karya nyata. Orang seperti ini akan bekembang optimal jika tumbuh pada kultur yang berorientasi pada masa depan, fokus pada rencana, mengkreasi sistem dan proses, Lebih dari itu, konsisten terhadap standar dan peraturan yang dijadikan dasar pijakan.
Karakter seperti ini mendukung proses kerjanya berdisiplin tinggi, menjujung tingkat kecepatan dan ketepatan yang tinggi. Lebih dari itu, kepatuhannya pada standar terhindar dari kesalahan.
Profil pengeram (incubate) adalah orang yang mematangkan atau mengeram ide-ide inovatif dalam dirinya sebelum gagasan direalisasikan. Profil memiliki karakter bekerja dengan penuh keyakinan dan sepenuh hati. Jika ia seorang pembisnis maka keyakinan terhadap pekerjaannya lebih daripada bisnis itu sendiri. Ia menghayati kedalamannya. Ia meyakini dengan dilandasi dengan nilai-nilai hidup yang menjadi dasar hidupnya. Karakter pribadinya selalu mendapat tempat dalam kegiatan belajarnya maupun dalam pekerjaannya.
Profil penggagas memiliki komitmen yang kuat terhadap komunitasnya, fokus membangun kekuatan yang menghargai ide bersama, menjunjung kebersamaan dan efektif berkomunikasi. Kekuatannya didukung pula dengan kebiasaannya tak pernah berhenti belajar, tumbuh kuat dalam kebersamaan, kompeten dalam membangun dukungan, memahami bagaimana belajar dan membangun kekuatan, memahami baik situasi dan kondisi, dan memilih tindakan yang tepat tanpa harus menunggu keputusan yang terlalu lama.
Profil penggagas ini tumbuh dalam interaksi kelompok, menyadari pentingnya meningkatkan kekuatan individu melalui kelompok, menghargai sumber daya manusia, melakukan pelatihan, dan meningkatkan efektivitas fungsi organisasi. Dengan demikian setiap tahap kegiatannya teroganisasi dengan baik.
Dari uraian di atas, seperti dijelaskan Jeff DeGraff dan Khaterine dapat dikembangkan ihtisar ringkas profil kreativitas individu sebagai berikut:
• Imajinatif (imagine) mementingkan pencapain tujuan inovasi dan pertumbuhan. Karakter : generalis, senang bereksplorasi, menyukai perubahan, dan menyukai keragaman.
• Penanam Modal (Invest) mementingkan kecepatan dan keuntungan. Karakter : berorientasi pada kinerja, mengandalkan daya pikir, disiplin, dan menyukai tantangan.
• Pembaharu (improve) mementingkan kualitas dan optimalisasi. Karakter sistematik, menyukai teknik, praktis, dan memiliki perhatian terhadap proses.
• Penggagas (Incubate) mementingkan peran minat dan kelapangan ide-ide. Karakter: menyukai curah ide, berorientasi pada kekuatan komunikasi, bersifat komunikatif dan menyukai belajar.

2. Disain Kreatif dalam Perencanaan Belajar
Pembelajaran kreatif yang membuat siswa mengembangkan kreativitasnya. Itu berarti bahwa bahwa pembelajaran kreatif itu membuat siswa aktif membangkitkan kreativitasnya sendiri. Mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran berarti mengembangkan kompetensi memenuhi standar proses atau produk belajar yang selalu terbarukan. Di sini diperlukan strategi agar siswa mampu menghasilkan gagasan yang baru, cara baru, disain baru, model baru atau sesuatu yang lebih baik daripada yang sudah ada sebelumnya.
Segala sesuatu yang baru itu muncul dengan pemicu, di antaranya, karena tumbuh dari informasi yang baru, penemuan baru, teknologi baru, strategi belajar yang baru yang lebih variatif, sistem kolaborasi dan kompetisi yang baru, eksplorasi ke wilayah sumber informasi baru, menjelajah forum komunikasi baru, mengembangkan stategi penilaian yang baru yang lebih variatif.
Yang lebih penting dari itu adalah melaksanakan perencanaan belajar dalam implementasi belajar kegiatan sebagai proses kreatif dan menetapkan target mutu produk belajar sebagai produk kreatif yang inovatif.
Indikator kreativitas dalam perencanaan belajar jika guru menetapkan target-target berikut:
• proses pembelajaran dirancang untuk membangun pengalaman belajar yang baru bagi siswa.
• proses pembelajaran dirancang agar siswa memperoleh informasi terbaru.
• proses belajar dirancang sehingga siswa dapat mengembangkan pikiran atau ide-ide baru.
• proses belajar dapat mengasilkan produk belajar yang berbeda dari produk sebelumnya.
• produk belajar diekspersikan dan dikomunikasi melalui media yang kreatif.
Memperhatikan harapan-harapan itu, maka mempersiapkan perangkat rencana pembelajaran untuk mengembangkan kreativitas siswa merupakan sebuah keniscayaan baru dalam sistem pengajaran kita.

3. Tips Mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran
Secara generik mengembangkan kreativitas siswa dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pengkondisian atau membangun iklum yang memicu berkembangnya kemampuan berpikir dan berkarya. Landasannya adalah menguasai pengetahuan dan menerapkan ilmu pengetahuan dalam bentuk keterampilan terbaik.
Kreativitas itu merupakan produk pada level berpikir tertinggi. Itu sebabnya, teori Bloom yang baru menempatkan to create atau berkreasi menjadi bagian penting penyempurnaannya sehingga ranah kognitif tidak diakhiri dengan evaluasi, melainkan kreasi.
Untuk mengembangkan siswa yang kreatif diperlukan guru-guru yang memiliki kompetensi sebagai berikut:
• berpengetahuan tentang karakater dan kebutuhan siswa kreatif.
• terampil mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
• terampil mengembangkan kemampuan siswa memecahkan masalah.
• mampu mengembangkan bahan ajar untuk sehingga menantang siswa lebih kreratif.
• mengembangkan strategi pembelajaran individual dan kolaboratif.
• memberi toleransi dan memberi kebebasan sekali pun hal itu tidak dikehendakinya jika ternyata prilaku berbeda itu menghasilkan produk belajar yang lebih kreatif.
Di samping kebutuhan kompetensi guru, pengembangan kreativitas siswa melalui pembelajaran memerlukan iklim atau kultur yang menunjang. Ada kebiasaan-kebiasaan yang baik yang guru tumbuhkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prilaku siswa kreatif tidak selalu seperti prilaku yang guru harapkan sehingga sering terjadi guru tidak menujang tumbunya kreativitas siswa.
Menurut hasil studi Utami Munandar (1997) ciri-ciri siswa kreatif adalah;
• terbuka terhadap pengalaman baru.
• kelenturan dalam sikap
• kebebasan dalam ungkapan diri
• menghargai fantasi
• minat dalam kegiatan kreatif.
• memiliki tingkat kepercayaan diri terhadap gagasan sendiri.
• mandiri dan menunjukkan inisiatif.
• kemandirian dalam memberi pertimbangan.
Di samping sifat tersebut dilihat dari pengalaman penulis mengajar, siswa kreatif memiliki sifat-sifat yang berani sehingga kadang-kadang berprilaku berani menentang pendapat, menunjukkan ego yang kuat, bertindak semau gue, menunjukan minat yang sangat kuat terhadap yang menjadi perhatiannya namun pada saat yang berbeda mengabaikannya, memerlukan kebanggaan atas karyanya. Sifat-sifat tersebut sering bertentangan dengan yang guru harapkan.
Guru mengharapkan siswa sopan, rajin, ulet, menyelesaikan tugas sesuai dengan yang guru targetkan, bersikap kompromis, tidak selalu bertentangan pendapat dengan guru, percaya diri, penuh energi, dan mengingat dengan baik.
Karena ciri anak berbakat dengan sifat-sifat siswa yang guru kehendaki berbeda, maka sering terjadi prakarsa kreatif siswa tidak mendapat dukungan guru. Salah satu model pengembangan kreativitas adalah menggunakan pertanyaan untuk menantang proses berpikir level tertinggi sesuai dengan konsep mengembangkan ide-ide kreatif dan karya kreatif dan inovatif. Untuk mengembangkan kecakapan ini guru dapat menggunakan berbagai pertanyaan, seperti:
• Ada ide baru?
• Setelah memahami konsep ini apakah Anda memiliki ide baru?
• Setelah memperhatikan cara kerja untuk menyelesaikan tugas itu, adakah proses yang dapat kita sempurnakan sehingga prosesnya menjadi lebih baik?
• Memperhatikan contoh-contoh itu, apakah ada yang dapat kita sempurnakan sehingga akan menjadi lebih baik?
Pertanyaan itu akan lebih variatif manakala disesuaikan profil kreatifitas siswa.
Profil individu imajinif (imagine) dapat dikembangkan dengan menggunakan model pertanyaan berikut:
• Setelah membaca itu, adakah sesuatu yang hidup dalam hayalanmu?
• Setelah melihat percobaan yang unik itu, adakah ide baru yang hendak kamu wujudkan?
• Bisakah kalian rumuskan gagasan baru yang menurut kalian berbeda dengan yang telah kalian pelajari.
• Profil individu penanam modal (invest) dapat dipicu dengan model pertanyaan berikut:
• Itulah yang dilakukan oleh temanmu dari sekolah lain. Selanjutnya, keunggulan seperti apa yang harus dapat kita wujudkan? Bagaimana prosesnya dan seperti apa hasil yang ingin kita buat?
• Bisakah kita menghasilkan yang lebih baik daripada yang dapat dilakukan oleh kelas lain?
• Apa yang dapat kita lakukan agar kita bisa selesai lebih cepat dan lebih baik, kalian punya ide?
• Profil individu pembaharu (improve) dapat dipicu dengan model-model pertanyaan berikut:
• Perhatikan hasil karya itu, apa yang masih dapat kita kembangkan agar karya itu menjadi lebih baik.
• Apakah kamu punya cara untuk mengkomunikasikan karya itu supaya jauh lebih menarik perhatian orang-orang?
• Dapatkan kamu sempurnakan alat itu lebih kuat dan orang lebih mudah menggunakannya?
• Bisakah kamu menyelesaikan tantangan itu lebih cepat daripada yang dilakukan orang-orang?
• Bisakan kita jamin bahwa usaha itu tidak akan gagal, bagaimana rencananya?
Profil pengeram ide (incubate) dapat dipicu dengan model pertanyaan berikut:
• Apakah kamu yakin bahwa kegiatan itu akan lebih efektif, apa kelebihan ide yang akan kamu terapkan?
• Siapakah sebaiknnya yang akan kamu libatkan?
• Bagaimana mereka haru bekerja?
• Keunggugulan apa yang akan benar-benar kalian wujudkan?
Beberapa model pertanyaan itu dapat terus ditingkatkan kesulitannya sejalan dengan berkembangnya kebiasaan baik siswa yang selalu berusaha untuk mendapatkan proses yang lebih baik dengan hasil yang lebih baik lagi.

Referensi:
• Jeff Degraff &Katherine A. Lawrence.2002. Creativity at Work: Developing the Right Practices to Make Innovation Happen, University of Michigan Business School Management Series, Jossey-Bass a Wiley Company. San
• Utami Munandar.2002. Kreativitas dan Keberbakatan, PT Gramedia Utama, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar