Selasa, 12 Oktober 2010

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA INDIVIDU

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA INDIVIDU
Filed under: Respons — by cokroaminoto

Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok (Ilyas, 1993). Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja individu, perlu dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum faktor fisik dan non fisik sangat mempengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik sangat mempengaruhi kondisi karyawan dalam bekerja. Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya faktor lingkungan non fisik. Pada kesempatan ini pembahasan kita fokuskan pada lingkungan non-fisik, yaitu kondisi-kondisi yang sebenarnya sangat melekat dengan sistem manajerial perusahaan.
Menurut Prawirosentono (1999) kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai harapan masa depan. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Menurut Gibson (1987), model teori kinerja individu pernah dibahas dalam artikel lain di site ini.
Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Menurut Gibson (1987), variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung.
Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1987) terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi.
Menurut Mitchell dalam Timpe (1999), motivasi bersifat individual, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Mengingat sifatnya ini, untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menuntut para manajer untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih propduktif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk pengaturan sistem imbalan, struktur, desain pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi melalui praktek kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya.


STRATEGI KEPEMIMPINAN DALAM MENGEMBANGKAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN PROFESIONAL
Oleh: Rugaiyah

Abstract
Strategies of leadership in developing professional education resources are all efforts made in order to provide guidance to the staff in this case focused on educators (teachers). Developing a professional teacher of teachers to develop activities to teachers who have the competence and qualifications in carrying out their duties and functions.
Strategy leader in developing professional teachers begins with understanding the characteristics of the present in teachers, viewed in the quadrant of the ability and motivation, the second step to develop teachers' ability to conduct mapping of visits from the awareness and competence, the three-step analysis based teacher training needs of individual potential, The fourth step take into account the human system, system policies and structural systems, three factors are interrelated and combine in a single slice of the development of human resources professionals.

I. PENDAHULUAN
Menyikapi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat, maka perlu diimbangi dengan SDM yang profesional. Dalam institusi pendidikan yang dimaksud dengan Sumber Daya Manusia Pendidikan Profesional adalah seluruh personal yang terlibat dalam kegiatan pendidikan dan melakukan pekerjaannya secara profesional, siapakah personal pendidikan itu? Personal pendidikan adalah orang-orang yang terlibat dalam proses pendidikan yang meliputi guru, kepala sekolah, tata usaha, tenaga administrasi, pustakawan dan laboran . Mereka dapat dikatakan sebagai SDM pendidikan profesional bila mereka telah memenuhi kriteria profesional; SDM profesional adalah personal yang dalam melaksanakan pekerjaannya minimal memiliki tiga persyaratan: expertice (keahlian), responsbility (tanggung jawab) dan corporateness (memiliki kesejawatan). Ketiga syarat tersebut tersirat di dalam persyaratan kompetensi dan kualifikasi yang harus di miliki. Bila digali lebih dalam, beberapa karakteristik yang mencirikan profesional yaitu:
1. Melayani masyarakat, karir sepanjang hayat
2. Memerlukan ilmu dan bidang keterampilan tertentu
3. Menggunakan hasil penelitian
4. Memerlukan pelatihan khusus dan waktu panjang
5. Terkendali berdasarkan lisensi baku
6. Otonom dalam membuat keputusan
7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil
8. Komitmen terhadap jabatan dan klien
9. Mempunyai kode etik
10. Dipercaya masyarakat
11. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi
Mengenai kualifikasi dan kompetensi SDM pendidikan professional secara lebih terperinsi tersurat di dalam undang-undang dan peraturan yang diterbitkan sejak tahun 2003 dengan penerbitan undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, undang-undang No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen serta peraturan pemerintah dan peraturan menteri. Dalam tulisan ini yang menjadi kajian tenaga kependidikan difokuskan pada tenaga pendidik (guru). Yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal pendidikan dasar dan menengah (BAB 1 Pasal 1 undang-undang No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen). Untuk membina guru profesional strategi apa yang dilakukan dengan melihat berbagai macam karakteristik sumber daya guru dengan gambaran sebagai berikut:
• Bila seorang guru tidak tahu apa yang harus dikerjaka
• Bila seorang guru tidak tahu bagaimana cara mengerjaka
• Bila seorang guru tidak mau mengerjakannya
• Bila seorang guru tahu mengerjakannya, berkompetensi, dan memiliki motivasi
• Bila guru sudah mengerjakannya dan memenuhi standar
Gambaran di atas mengharuskan adanya tindakan kepemimpinan yang harus dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai keadaan guru yang dihadapi. Untuk menghadapi keanekaragaman karakteristik guru, maka tindakan apa yang patut untuk dilakukan? tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai strategi kepemimpinan. Hal-hal apa saja yang harus diidentifikasi dalam rangka melakukan pembinaan guru? Setelah itu bagaimana melakukan pemetaan kapabilitas guru? Bagaiamana menganalisis kebutuhan guru berbasis potensi individu? Dan faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan dalam membangun SDM profesional?

II. PEMBAHASAN
Staregi kepemimpinan yang bagaimana yang dapat membangun SDM pendidikan professional? Sebelumnya akan diuraikan terlebih dahulu pengertian strategi dan kepemimpinan satu persatu. Strategi diartikan sebagai pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan ide perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun masa tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. Sedangkan kepemimpinan adalah proses menggerakkan individu atau kelompok kepada tujuan yang ditempuh dengan cara tidak memaksa (John P.Kotter), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam upaya menuju pencapaian tujuan dalam suatu situasi yang ada (Hersey dan Blanchard) sedangkan (Koonz, O’Donnel, Weirich) menjelaskan kepemimpinan sebagai seni atau proses mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja keras secara sukarela untuk mencapai tujuan kelompok. Sehingga dapat disimpulkan yang dimaksud strategi kepemimpinan adalah totalitas yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam upaya melakukan aktivitas yang berkaitan dengan peningkatan yang bersifat kontinu.
Berkaitan dengan membangun SDM pendidikan profesional, strategi apa saja yang dilakukan oleh pemimpin untuk mencipta sebuah desain bangunan yang dicita-citakan sesuai ideasinya? Membangun SDM profesional merupakan pekerjaan yang cukup menjanjikan dalam arti banyak menghadapi berbabagai keragaman dan keunikan baik yang bersifat kemanusiaan maupun material yang harus dipersiapkan.
Tulisan ini membahas desain strategi kepemimpinan yang dapat dilakukan oleh para pemimpin pendidikan, Langkah pertama dimulai dengan mengidentifikasi kondisi SDM yang ada di lembaga, Kedua dengan melakukan pemetaan kapabilitas, Ketiga dengan menganalisis kebutuhan manusia berbasis potensi inividu, langkah kempat memperhatikan faktor-faktor yang saling berkait dalam membina SDM pendidikan professional.
Langkah I : Mengidentifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Strategi pertama pemimpin mengenal atau mengidentifikasi SDM, dalam hal ini adalah guru diawali dengan melihat sejauh manakah motivasi dan kemampuan guru yang ada di lembaga yang kita pimpin. untuk mengidentifikasi posisi motivasi dan kemampuan tersebut dapat kita lihat pada jendela berikut:
Gambar 1. Kuadran Motivasi dan Kemampuan Guru
(Modifikasi penulis, sumber: Atmosoeprapto, Kisdarto. Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan)
Kondisi guru yang diidealisasikan berada pada kuadran empat yang menggambarkan kondisi guru yang produktif dan profesional yang ditandai dengan memiliki kemampuan yang tingggi dan memiliki motivasi kerja yang tinggi, tetapi ada pula gambaran guru pada jendela pertama menggambarkan kondisi guru dalam sebuah kondisi yang marjin, maksudnya memiliki kemampuan kerja tinggi tetapi memiliki motivasi rendah, yang disebut dengan dilema idealnya pada kondisi ini guru didorong untuk bergeser ke kuadran empat yaitu menjadi tenaga pendidikan yang produktif dan profesional, apabila kondisi dilema dibiarkan akan semakin jelek dan turun pada kuadran dua yang menggambarakan kondisi motivasi rendah dan kemampuan rendah yang disebut dengan istilah “deadwood” apabila kondisi ini dibiarkan maka akan segera mengalami “demage” (kiamat), minimal kondisi deedwood harus digeser ke kiri yaitu jendela tiga (perlu latihan) pada kuadran ini kondisi guru memiliki kemampuan rendah tetapi memiliki motivasi tinggi. Guru yang berada pada kuadran tiga memiliki peluang besar untuk diarahkan bergeser ke kuadran empat yaitu pada kondisi guru produktif dan professional.
Mengapa terjadi posisi pada masing-masing kuadran yang terkait dengan pengembangan SDM Profesional? untuk mengidentifikasi hal tersebut, marilah kita membuka tirai penyebabnya. Pada kondisi dilema, guru tidak memahami akan kejelasan visi, misi dan tujuan dari sebuah lembaga, pada kondisi deadwood, guru yang direkrut mismanajemen (salah kelola) sehingga terjadi cloude (baca: suasana gelap), di mana kegelapannya (kesalahannya)? Bila diruntut dari awal dimulai dari rekruitmen, seleksi dan penempatan, untuk menembus atau membersihkan kegelapan tersebut maka perlu dilakukan pelatihan sebagai instrumen untuk menuju guru produktif dan profesional.
Selanjutnya apakah pelatihan tersebut dapat menjadi jaminan untuk menuju kepada kuadran empat yaitu menjadikan guru produktif dan perofesional? hal ini belum menjamin, untuk itu diperlukan mapping atau pemetaan.
Langah II: Melakukan pemetaan kapabilitas guru
Strategi kepemimpinan dalam pemetaan ini, ditinjau dari aspek conscious and competence (kesadaran dan kompetens) Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4 yang diperlihatkan pada gambar berikut:
Gambar 2. Kuadran pemetaan kapabilitas guru (competent and concious)
Sumber: Modifikasi Penulis
Pemetaan kapabilitas digambarkan dari perpaduan antara kompetensi dan kesadaran guru dalam mengembangakan diri, bertolak dari kuadran dua menggambarkan guru memiliki kesadaran dan kompetensi yang rendah, hal ini tampak pada kondisi guru yang tidak acuh dan tidak memiliki minat terhadap pengembangan diri, pada kuadran tiga menggambarkan guru yang memiliki kesadaran tinggi dan kompetensinya yang rendah pada kondisi ini guru terdorong untuk belajar dan berlatih karena sadar akan rendahnya kompetensi yang dimiliki. Pada kuadran empat menggambarkan guru yang memiliki kesadaran tinggi dan kompensi yang tinggi, tetapi merasa penting untuk selalu menambah pengalaman dan merasa butuh akan pelatihan untuk selalu meningkatkan diri. Pada kuadran satu guru memiliki kompetensi tinggi akan tetapi kesadarannya rendah, maka perlu memberi kejelasan arah yang harus ditempuh.
Langkah III: Menganalisis kebutuhan Pendidikan dan memberikan pelatihan berbasis kesetaraan kebutuhan potensi individu.
Setelah menelaah hasil pemetaan kapabilitas, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan berbasis potensi individu. Secara substansi bahwa manusia itu berkembang berdasarkan potensi yang dimiliki meskipun dalam perjalanannya banyak faktor yang mempengaruhinya. Pada keadaan guru yang berada pada kondisi deadwood mencerminkan ketidakacuhan dan tidak memiliki minat untuk mengembangkan diri, maka pembinaan awal dilaksanakan melalui pendidikan dan latihan yang diarahkan kepada kesadaran dalam menumbuhkan nilai-nilai yang menjadi daya dorong (kekuatan) untuk berkembang, seperti: menumbuhkan nilai ketangguhan, kekuatan, integritas, keinginan untuk berprestasi dan diimbangi dengan pemberian motivasi serta pemberian penghargaan. Untuk kondisi guru yang menyadari akan kompetensinya masih rendah tetapi ada keinginan untuk berlatih dan mengembangkan diri, maka kepada mereka diberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan latihan yang diarahkan kepada pengembangan kemampuan dalam rangka mengembangan keterampilan berbasis tugas.
Bagi guru yang memiliki kesadaran akan kekuatan kompetensinya dan juga selalu merasa butuh untuk mengembangkan diri, maka keadaan guru seperti ini diberi kesempatan untuk menambah wawasan melalui kegiatan pendidikan dan latihan, workshop dan diberikan tugas-tugas yang menantang dalam upaya memperlihatkan kemampuan yang dimiliki. Guru yang tidak menyadari akan kekuatan kompetensinya, maka kepada mereka diberikan pendidikan dan latihan yang diarahkan kepada pemberian wawasannya mengenai berbagai pengetahuan, sehingga jelas visi ke depan, apa yang seharusnya dilakukan.
Langkah IV : Memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait dalam membangun SDM Pendidikan profesional
Strategi mengembangkan SDM pendidikan dipengaruhi oleh faktor sistem kemanusiaan itu sendiri, sistem kebijakan dan sistem teknologi struktural, ketiga faktor tersebut saling terkait dan berpadu pada satu irisan yaitu pengembangan sumber daya manusia yang pada intinya adalah pengembangan organisasi atau sebaliknya pengembangan organisasi secara substansi adalah pengembangan SDM yang ada di dalamnya.
Sistem kemanusiaan merupakan suatu sistem yang mamandang manusia dalam hal ini guru yang memiliki keterampilan, nilai-nilai, pengetahuan dan kemampuan, guru dalam hal ini harus memiliki keterampilan mengajar termasuk di dalamnya keterampilan dalam menyusun rencana pembelajaran, menggunakan metode mengajar, menggali sumber belajar, serta keterampilan mengevaluasi. guru harus memiliki nilai yang melekat di dalam dirinya yang diaplikasikan di dalam melaksanakan tugas-tugasnya, seperti nilai kejujuran, objektifitas, tanggung jawab dan cinta terhadap anak-anak didiknya. Guru harus memiliki pengetahuan yang terkait dengan ilmu kependidikan dan keahliannya. Kompeternsi yang harus dimiliki oleh guru sesuai UU No.14 Tahun 2005 meliputi: kompetensi kepribadian, sosial, paedagogi dan kompetensi profesional. Dalam implementasinya diatur dalam Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Dalam permendiknas tersebut dijelaskan secara rinci tentang kualifikasi dan kompetensi guru untuk masing-masing jenjang dan bidang studi (kompetensi profesional).
Sistem kebijakan merupakan suatu sistem regulasi yang berlaku pada sebuah lembaga yang meliputi sistem komunikasi, penghargaan, pengembangan karir dan ekonomi. Sistem komunikasi merupakan sebuah sistem yang dibangun untuk memperlancar segala kegiatan sehingg jelas arah kegiatan. Sistem komunikasi pada pengembangan SDM guru pada sistem pemerintahan otonomi daerah, secara vertikal dimulai dari sekolah, ke tingkat kota atau kabupaten sampai ke tingkat provinsi. Secara horizontal pengembangan guru ada di organisasi Kelompok Kerja Guru, Musyawarah Guru Bidang Studi atau ikatan profesi lainnya. Penghargaan dan pengembangan guru berjalan selaras dengan kenaikan pangkat dan secara ekonomi berkait pula dengan tunjangan yang diberikan, seperti tunjangan jabatan, tunjangan profesi dan tunjangan lainnya.
Sistem teknologi struktural meliputi sistem teknologi dan informasi, desain pekerjaan dan struktur organisasi. Ketiga hal tersebut merupakan penunjang dalam pengembangan SDM professional. Guru harus mampu mengadopsi sistem informasi dan teknologi. Selain itu job desain dan struktur tugas harus dibuat sedemikian rupa sehingga ada kejelasan arah bagi guru dalam mengembangkan diri. Di sisi lain, guru pun harus mampu mentransformasi nilai-nilai tersebut dalam menjalankan tugas profesinya. Berkenaan dengan desain dan struktur tugas yang harus dilaksanakan yang terdiri pengembangan tugas yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran, kegiatan membimbing siswa, kegiatan mengevaluasi hasil pembelajaran serta hal yang terkait dengan tugas tambahan, seperti menjabat sebagai kepala sekolah. Beban tugas kerja guru minimla 24 jam tatap muka perminggu dan maksimal 40 jam perminggu.

III. PENUTUP
Strategi kepemimpinan dalam mengembangkan SDM pendidikan profesional dalam hal ini difokuskan kepada pengembangan guru, langkah pertama, mengidentififikasi sumber daya manusia, yang dilihat motivasi dan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas. Langkah kedua memetakan kemampuan guru yang dilihat dari kesadaran guru akan kekuatan dan kelemahan kompetensi yang dimiliki, langkah ketiga menganalisis kebutuhan akan pelatihan guru berbasis potensi yang dimilikinya. Langkah keempat memperhatikan faktor-faktor yang terkait dalam pengembangan guru. Baik faktor sistem kemanusiaan itu sendiri, sistem kebijakan dan sistem teknologi struktural. Pada akhirnya strategi kepemimpinan dalam mengembangkan guru professional dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan potensi individu.
REFERENSI

Atmosoeprapto, Kisdarto. Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2001.

Covey, Stephen R. The Seven Habits of Highly Effective People. Simon and Schuster, New York, USA. 1990.

Erry Riyana, Hardja Pamekas, Esensi Kepemimpinan Mewujudkan Visi menjadi Aksi, Indonesia: Elex Media Komputindo, 2000.

Hersey, P. & Blanchard. Management of Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall, Inc. 1993.

Ivancevich, John M. Human Resource Management. New York: McGraw–Hill, Inc, 2007.

Keith Davis. Human Organizational at Work. New York: McGraw–Hill, Inc, 1985.
Koontz, O’Donnell, Weirich. Management. Tokyo: McGraw–Hill, Kogusha, 1980.

Kotter, John. P. Leadership Factor. New York: Free Press, 1988.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Raflis. Soetjipto. Profesi Keguruan. Depdikbud, 1994.

Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2000.

Werther, William B and Keith Davis. Human Resources and Personnel Management. USA: McGraw–Hill, Inc, 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar